Beranda | Artikel
Bahaya Ghazwul Fikri
Minggu, 21 Oktober 2012

BAHAYA GHAZWUL FIKRI

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimîn rahimahullah

Sesungguhnya mencari ilmu merupakan salah satu jenis jihâd fî sabîlillâh, karena penuntut ilmu akan mampu membantah musuh-musuh agama dengan al-haq sehingga dapat mematahkan kebatilan mereka. Sebagaimana dapat disaksikan, terkadang ghazwul fikri (perang pemikiran yang dilancarkan Barat) itu lebih berbahaya dari pada peperangan bersenjata. Sebab, pengaruh pemikiran tersebut dapat menyusup ke setiap rumah dengan keinginan pemilik rumah sendiri, tanpa ada penolakan maupun perlawanan sedikit pun. Berbeda halnya peperangan militer, tidak dapat mengobrak-abrik rumah atau sebuah negara kecuali setelah melalui adu kekuatan yang panjang dan perlawanan sengit.

Musuh-musuh Islam terkadang dapat menguasai kaum Muslimin dengan kekuatan militer melalui peperangan, namun hal ini sangat mungkin untuk diantisipasi. Dan kadang-kadang, melalui usaha melancarkan pengaruh pemikiran yang dampaknya lebih berbahaya dan lebih buruk daripada dampak yang pertama (peperangan militer). Karena pengaruh pemikiran itu menerjang kaum Muslimin dari dalam  rumah-rumah mereka sendiri tanpa mereka sadari. Bisa jadi, mereka kemudian keluar dari agama Islam dan Islam itu terhapus dari kalbu mereka secara keseluruhan – sekali lagi-red – tanpa mereka sadari. Karena (melalui ghazwul fikri), musuh-musuh Islam menyerang kaum Muslimin dari pintu syahwat, sementara hati manusia apabila telah berkubang dengan syahwat, akan melupakan tujuan hidupnya, melalaikan ibadah kepada Allâh k , dan hubungan hatinya dengan Allâh k tidak ada lagi. Maka, orang tersebut hanya akan memikirkan pemuasan syahwat saja saat ia duduk, berdiri, datang maupun pergi. Dan ia tidak berusaha kecuali untuk meraihnya, seakan-akan hanya itulah tujuan penciptaan dirinya (di dunia ini-red).

Selain itu, musuh-musuh Islam selalu menjejali jiwa-jiwa kaum Muslimin dengan penanaman rasa hormat kepada orang-orang kafir, bahwa mereka itu lebih maju, peradaban mereka lebih baik dan alur kehidupan mereka lebih lebih benar dan lain sebagainya.

Hingga akhirnya jati diri seorang Muslim meleleh dalam kobaran api fitnah mereka. Dan tidak diragukan lagi kejadian ini merupakan kenyataan, banyak negera Islam kehilangan karakternya dan kepribadiannya hancur disebabkan perang pemikiran ini.

Sesungguhnya, meskipun mereka (para musuh agama itu) memerangi negeri-negeri Islam dengan kekuatan militer dan mampu menundukkannya, namun hati orang (kaum Muslimin) akan tetap antipati dan membenci mereka. Akan tetapi, yang menjadi persoalan adalah para musuh Islam dapat menyerang karakter, akhlak dan akidah kaum Muslimin saat mereka duduk-duduk di dalam rumah dan membukakan pintu hati mereka bagi musuh Islam. Inilah kehancuran yang sebenarnya.

Oleh karenanya, perlawanan dengan senjata ilmu yang digali dari al-Qur’ân dan Sunnah Rasul-Nya itu sejajar tingkatannya -kalau tidak lebih baik dan lebih mengena-  dengan perlawanan militer. Di sini, saya mengajak diri saya dan Anda semua–semoga Allâh Azza wa Jalla memberkahi Anda semua- untuk mempersiapkan bekal guna menghadapi musuh-musuh yang hendak memerangi kita di rumah-rumah kita melalui pemikiran-pemikiran yang keji, akhlak yang kotor, dan ideologi yang menyimpang, sehingga kita dapat melindungi kaum Muslimin dari keburukan mereka itu. Karena senjata mereka itu lebih membinasakan dan berbahaya daripada senjata yang terbuat dari besi dan api sebagaimana hal itu telah jelas adanya.

(Tafsîr sûrat ash-Shâffât hlm. 37-38)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XIII/1430H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3411-bahaya-ghazwul-fikri.html